MAKASSAR - Komisi X DPR RI menerima beberapa masukan terkait Guru dan Tenaga Kependidikan-Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (GTK-PPPK) di Makassar, Sulawesi Selatan. Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih berharap dengan kunjungan yang dilakukan Komisi X DPR RI ke Sulsel ini, tercipta sinergi antar berbagai pihak, sehingga kekosongan-kekosongan dalam permasalahan GTK-PPPK dapat terselesaikan.
“Ada beberapa masukan, seperti misalnya keluhan bahwa ternyata, cuma ini bukan mitra Komisi X ya. Dari Kementerian Agama, misalnya tadi (ada formasi guru) kosong. Jadi formasi guru agama, ini guru agama mau Islam, non-Islam, ternyata kosong, ” ujar Fikri di sela-sela memimpin pertemuan Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi X DPR RI dengan pihak-pihak terkait di Makassar, Sulsel, Jumat (8/4/2022).
Baca juga:
Komitmen Calon Komisioner OJK Akan Diuji
|
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini bersyukur di Makassar terdapat program Laskar Pelangi (Laskar Pelayanan Publik Berintegritas) yang menjadi salah satu solusi dari kekosongan dalam penempatan guru. Menurutnya, hal itu menunjukkan bahwa daerah tidak hanya sekedar menunggu, namun juga mencoba menyelesaikan persoalan dengan solusi yang bersifat lokal.
“Ini saya kira bisa ada (diterapkan) seperti ini. jadi harus secara nasional, harus kita hormat. Dari Kementerian Pendidikan Kebudayaan juga datang kan. Saya kira kita akan menyampaikan tetapi yang bersangkutan juga ada di sini, sehingga nanti kita sinergi untuk supaya formasi yang kosong itu harus diadakan, ” lanjutnya.
Fikri menjelaskan, ada dua tema yang dibahas dalam kunjungan kerja spesifik Komisi X DPR RI ini, yakni tentang PPPK dan implementasi Kurikulum Kampus Merdeka. Dengan kunjungan ini, Komisi X DPR RI dapat menggali lebih lanjut tentang persoalan yang terjadi. “Ada 190 ribu (guru honorer) yang lolos passing grade tapi tidak ada formasi. Nah ini kita sedang menggali apa problematikanya, kenapa formasinya, yang mengajukan daerah. Selanjutnya ada 400 ribu lebih yang itu belum lolos. Nah itu apa sebabnya, ” terangnya.
Sementara terkait Kurikulum Merdeka, ada standar asesmen nasional di dalamnya. Namun permasalahannya, asesmen nasional hanya pas untuk Kurikulum Merdeka, sementara dari Kemendikbudristek, penggunaan kurikulum masih dibebaskan. “Ada kurikulum 2013 yang disederhanakan tapi namanya kurikulum darurat. Kemudian ada kurikulum prototipe yang sekarang namanya Kurikulum Merdeka. Nah, tetapi sistem asesmen nasionalnya enggak kompatibel dengan kurikulum 2013, “ jelas Fikri.
Lebih lanjut, menurut legislator dapil Jawa Tengah IX tersebut, secara tidak langsung sekolah diarahkan untuk menggunakan Kurikulum Merdeka. Namun faktanya, saat ini baru 2500 sekolah yang menerapkan kurikulum itu. Mereka yang menggunakan kurikulum itu merupakan sekolah penggerak uji coba Kurikulum Merdeka.
“Maknanya bahwa, yang lain, apakah semuanya siap? Nah ini menyesuaikan, sungguh pun di Makassar ini ada juga sesuai dengan muatan-muatan lokal. Tadi ada istilahnya metaforce di dunia pendidikan apa segala macam. Ini grasi-grasi yang tentu harus disinergikan dengan kurikulum secara nasional sehingga sah semua, semua legal dan ini adalah potensi-potensi daerah. Saya kira itu, ” tutupnya.