JAKARTA - Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Muhammad Aras menyoroti banyaknya target APBN 2021 yang tidak tercapai. Meskipun demikian ia menilai Tahun Anggaran 2021 adalah tahun yang penuh ketidakpastian global akibat pandemi Covid-19. Meskipun Indonesia mampu melalui masa sulit itu dengan pengelolaan ekonominya, namun, menurutnya pengelolaan anggaran negara mengalami tantangan berat terutama dari sisi pengeluaran negara yang membuat defisit fiskal meningkat.
“Termasuk, Indonesia termasuk yang tidak luput dari pandemi Covid-19, ” ujar Aras saat membacakan Pendapat Mini Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP) DPR RI terhadap RUU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN 2021, di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Kamis (1/9/2022).
Beberapa target yang tidak tercapai tersebut, misalnya target pertumbuhan ekonomi yang semula ditetapkan 4, 5-5, 5 persen, namun realisasi pertumbuhan ekonomi hingga akhir 2021 hanya 3, 69 persen. Di sisi lain, inflasi cukup rendah yang menandakan daya beli masyarakat yang turun akibat pandemi dan meningkatnya penduduk miskin. “Dari aspek makro, tahun anggaran 2021 belum sepenuhnya memberikan harapan yang mampu menyejahterakan, menciptakan pemerataan, menurunkan kemiskinan, dan membuka lapangan kerja, ” ujarnya.
Karena itu, masih papar Aras, APBN 2021 sebagai alat politik anggaran, tegasnya, belum sepenuhnya mampu secara efektif menjalankan fungsi alokasi, stabilisasi, distribusi melalui program-program kerakyatan yang lebih produktif. Hal itu guna meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mengurangi tingkat kemiskinan, khususnya di pedesaan dan daerah pesisir, yang mana strata masyarakat miskin paling banyak di daerah tersebut.
“Salah satu alasannya adalah alokasi anggaran negara 2021 banyak teralokasikan untuk bantuan sosial, penyelamatan dampak pandemi, ” ujar legislator daerah pemilihan (dapil) Sulawesi Selatan II tersebut.
Selain itu, Aras menilai kebijakan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) pada tahun 2021 berperan penting menjadi bantalan ekonomi di saat tertekan akibat pandemi. Karena itu, pada tahun mendatang, kebijakan TKDD tersebut, menurutnya, harus memperhatikan perbaikan kualitas pelayanan dasar publik di daerah.
Dengan adanya kebijakan TKDD tersebut, menghasilkan akselerasi daya saing dan mendorong belanja produktif. Sehingga mampu memberikan dampak positif terhadap pergerakan ekonomi di masyarakat bawah. “Hal ini sejalan dengan dukungan fraksi kami terhadap implementasi kebijakan membangun Indonesia dari pinggiran, dengan memperkuat pembangunan daerah dan desa dalam kerangka NKRI, ” ujar Aras.
Di sisi lain, masih kata Aras, Fraksi PPP juga menekankan pentingnya mekanisme penyaluran dan TKDD, terutama dengan memperbaiki kualitas dan proses penyaluran dana tersebut. Hal ini agar dana yang disalurkan dapat diserap oleh daerah dan tidak ada kendala administrasi saat penggunaannya.
“Perbaikan ini diperlukan di masa yang akan datang. Sehingga, tidak ada lagi berita dana mengendap di bank yang akhirnya tidak optimal dalam menggerakkan perekonomian di daerah. Karena itu, Pemerintah perlu mengevaluasi terhadap penyaluran TKDD, seperti meningkatnya besaran anggaran desa per tahun tapi belum berikan efek berganda bagi desa dan pengentasan kemiskinan, ” ujar Anggota Komisi V DPR RI.
Diketahui, sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, belanja transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) tahun 2021 telah terserap Rp785, 7 triliun, atau 98, 8 persen dari target APBN yang sebesar Rp795, 5 triliun. Dari realisasi tersebut, masih tersisa Rp 100 triliun. Adapun Pemerintah memberikan belanja TKDD dalam bentuk dana bagi hasil, dana alokasi umum, dana alokasi khusus fisik dan nonfisik, dana insentif daerah, dana desa, serta dana otonomi khusus. (rdn/sf)