Updates
Updates
  • Oct 20, 2020
  • 440

Mulyanto: Pembangunan, Operasi dan Dekomisioning PLTN Harus Dibatasi pada BUMN Saja

Mulyanto: Pembangunan, Operasi dan Dekomisioning PLTN Harus Dibatasi pada BUMN Saja
Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto

JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto memberikan sejumlah masukan terkait rancangan undang-undang energi baru terbarukan (RUU EBT) khususnya yang terkait dengan energi nuklir sebagai salah satu bagian dari Energi Baru Terbarukan.

“RUU EBT ini masih dalam tahap pembahasan, sehingga memang butuh banyak masukan yang akan memperkaya khasanah RUU ini ke depan. Ada beberapa hal yang saat ini memang menjadi sorotan beberapa pihak. Salah satunya Pasal 7 ayat 3 tentang Operasi dan dekomisioning PLTN oleh BUMN Khusus. Sejatinya ini pasal yang masih terus berubah, ” ujar Mulyanto dalam pesan singkatnya kepada Parlementaria, Selasa (20/10/2020).

Dijelaskannya, dalam UU Ketenaganukliran Pasal 13 ayat (3) bahwa Pembangunan, pengoperasian, dan dekomisioning reaktor nuklir komersial dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Negara, koperasi, dan/atau badan wasta. Namun, lanjut Mulyanto, dalam draft RUU Cipta kerja pembahasan mengenai BUMN Khusus untuk menggantikan SKK Migas didrop dari Daftar Inventaris Masalah (DIM). Sementara itu untuk pengusahaan bahan nuklir diputuskan diserahkan hanya kepada BUMN (Badan usaha milik Negara).

“Untuk kasus pembangunan, operasi dan dekomisioning PLTN (pembangkit listrik tenaga nuklir) ini masih harus kita dalami kalau kelak akan dibatasi pada BUMN saja.  Agar antara aspek nuclear security dan pengusahaan komersial perlu dirumuskan secara optimal, ”paparnya.

Selain itu menurut Politisi dari Fraksi PKS ini, hal lain yang juga menjadi sorotan dari pihak lain dalam RUU EBT ini adalah terkait dengan UU Ketenaganukliran Pasal 13 ayat 5. Dalam pasal ini disebutkan bahwa pembangunan reaktor nuklir sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang berupa pembangkit listrik tenaga nuklir, ditetapkan oleh Pemerintah setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

Pihaknya berharap agar kata ‘Konsultasi’ diubah menjadi kata ‘Persetujuan’. Hal itu mengingat pembangunan PLTN ini sangat strategis bagi bangsa Indonesia, sehingga masih harus dibahas lebih lanjut. “Saya sendiri lebih setuju dengan penggunaan kata persetujuan, karena ini lebih kuat ketimbang kata konsultasi, ” ungkap Mulyanto.

Sebelumnya politikus dapil Banten I ini juga mengusulkan agar Pemerintah membentuk badan pengelola EBT. Dimana Tugas pokok dan fungsinya menjadi jembatan antara regulator dengan pelaku (doers) sekaligus pelaksana dalam pemberian insentif dan disinsentif pada para pelaku usaha EBT. Hal itu semata untuk merealisasikam target bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23 Persen di tahun 2025. (***)

Penulis :
Bagikan :

Berita terkait

MENU