JAKARTA - Anggota Komisi VIII DPR RI Endang Maria Astuti berharap Presiden Joko Widodo memberikan perhatian serius kepada persoalan perempuan dan anak melalui penambahan anggaran di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). Menurut Endang, kegiatan di KPPPA sangat banyak, khususnya dalam menangani isu-isu aktual berkaitan dengan pemberdayaan perempuan dan anak.
Namun, minimnya anggaran ditambah pula terjadi penyesuaian (refocusing) anggaran di APBN Tahun 2021, menurut politisi Partai Golkar tersebut, membuat kementerian tersebut tidak optimal dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan arahan presiden.
“Perlu seruan dari Komisi VIII, bahwa kalau anggaran perempuan yang sudah sedemikian terbatas ini tidak bisa diapa-apa-in. Mau memberdayakan perempuan dan anak seperti apa? Terlebih di saat pandemi bahkan memperparah (keadaan). Anggarannya sudah sedikit, dikuranginnya juga tidak sedikit, ” tegas Endang dalam Rapat Kerja dengan Menteri PPPA di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (18/5/2021).
Dalam kesempatan yang sama, Anggota Komisi VIII DPR RI Muhammad Rizal berharap agar anggaran di KPPPA di tahun 2021 dapat ditingkatkan, paling tidak dipertahankan, sehingga tidak terjadi refocusing. “Saya setuju pada dasarnya (anggaran) dipertahankan atau ditambah karena terlalu kecil, ” tegas politisi Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut.
Menteri PPPA, I Gusti Bintang Ayu Darmawati dalam rapat tersebut memaparkan, bahwa dalam Pagu Anggaran 2021 pagu awal KPPPA sebesar Rp279 miliar. Namun setelah refocusing pagu akhirnya menjadi sekitar Rp267 miliar, atau mengalami pemotongan anggaran sebesar Rp12, 5 miliar. Adapun pemotongan anggaran yang paling besar terjadi pada program Kesetaraan Gender, Perlindungan Perempuan dan Anak, sekitar Rp8 miliar.
Adapun anggaran tersebut dialokasikan terutama untuk menangani 6 (enam) isu aktual terkait pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Yaitu, pertama, respon terhadap perempuan dan anak korban bencana; kedua, potensi radikalisme; ketiga, kekerasan terhadap perempuan dan anak; keempat, perkawinan anak; kelima, kekerasan berbasis gender secara daring dan perdagangan orang secara daring; keenam, dampak sosial-ekonomi sebagai akibat dari pandemi Covid-19. (rdn/sf)