Hari ini saya pengen cerita sedikit soal pengalaman kami menjalani homeschooling selama kurang lebih 6 tahun untuk anak-anak kami. Homeschooling itu sederhananya adalah sistem pendidikan di mana anak-anak belajar di rumah, bukan di sekolah umum atau swasta. Yang jadi guru ya... orang tuanya sendiri. Atau kalau butuh bantuan, bisa juga pakai tutor dari luar. Tapi intinya, proses belajarnya lebih personal, fleksibel, dan disesuaikan sama kebutuhan dan gaya belajar si anak.
Nah, tujuan utama kami kenapa milih homeschooling itu sebenarnya bukan semata-mata biar anak bisa belajar di rumah, tapi lebih ke arah membentuk anak sesuai dengan bakat dan minat mereka sendiri. Jadi, kami sebagai orang tua berperan sebagai "tim kreatif" bikin silabus sendiri, nyusun rencana belajar, sambil terus mengamati perkembangan mereka. Kadang ibunya yang jadi guru, kadang saya berperan sebagai “kepala sekolah”. Tim work lah ya!
Fokus utama kami selama ini ada di Bahasa, Matematika, dan Membaca. Tiga ini kami anggap sebagai pondasi penting. Sisanya, kami arahkan ke minat dan bakat anak masing-masing, termasuk kegiatan fisik seperti olahraga. Dua aktivitas yang rutin kami jalankan adalah berenang dan taekwondo. Untuk dua ini, kami bahkan sampai sewa guru privat agar kualitasnya tetap terjaga.
Salah satu hal seru tapi juga menantang dalam homeschooling adalah harus kreatif bikin proyek! Jadi biar anak-anak gak bosen, kami bikin semacam proyek mingguan atau bulanan. Contohnya? Pernah anak-anak kami diminta bikin cerita tiap hari dan membacakannya kembali. Atau kadang mereka harus baca satu buku, lalu presentasiin isinya. Pernah juga ada proyek menggambar sambil menjelaskan hasilnya. Tujuannya bukan sekadar hasil, tapi proses belajar itu sendiri yang bikin mereka makin berkembang.
Tapi harus jujur ya, homeschooling ini gak cocok buat semua kondisi keluarga. Harus ada salah satu orang tua yang siap dan bisa nemenin anak belajar. Kalau dua-duanya kerja full time, kemungkinan besar akan sulit. Karena inti dari homeschooling itu sendiri adalah pendampingan langsung dari orang tua minimal ibunya. Tanpa itu, ya susah jalan.
Soal biaya? Banyak yang ngira homeschooling itu lebih murah. Faktanya, relatif. Kadang justru lebih mahal dibanding sekolah negeri. Kenapa? Karena kita harus beli sendiri buku-buku yang bagus, alat peraga, biaya kursus privat, sampai alat olahraga. Tapi ya itu tadi, semua bisa disesuaikan sama prioritas keluarga.
Satu hal yang sering ditanyain juga adalah:
“Anak homeschooling bisa dapet ijazah nggak?”
Jawabannya: Bisa banget! Anak-anak bisa ikut program kesetaraan seperti Paket A, B, atau C lewat PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) resmi. Jadi, ijazah tetap bisa didapat, legal, dan diakui negara.
Terus, gimana soal sosialisasi?
Iya, anak homeschooling mungkin gak punya interaksi sosial sebanyak anak sekolah formal. Tapi bukan berarti mereka jadi ‘ansos’. Kami atasi itu dengan ikut komunitas homeschooling, ikut kegiatan bersama, atau kursus di luar yang sifatnya kelas umum. Jadi mereka tetap punya teman dan bisa bersosialisasi.
Setiap metode belajar pasti ada plus minusnya. Homeschooling bukan yang paling sempurna, tapi buat kami, banyak nilai yang bisa didapat. Anak-anak lebih dekat dengan orang tuanya, komunikasi terbangun dengan baik, dan mereka tumbuh dengan lingkungan yang lebih terarah sesuai visi keluarga.
Yang paling penting homeschooling harus berdasarkan keinginan si anak juga. Bukan paksaan. Kalau mereka senang dan merasa nyaman, proses belajar pun akan lebih menyenangkan dan efektif.
Jadi, apakah homeschooling buat semua orang? Belum tentu. Tapi buat kami, ini adalah salah satu keputusan terbaik yang pernah kami ambil sebagai orang tua.