JAKARTA - Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran yang cukup penting dalam perekonomian nasional. Sayangnya, pelaku usaha mikro kerap kesulitan meningkatkan level usaha. Untuk itu, Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, mengusulkan pemberdayaan UMKM lintas kementerian.
Menurut LaNyalla, UMKM merupakan penopang perekonomian nasional. Jumlahnya pun tidak sedikit. Dan berdasarkan data Kementerian Koperasi, usaha mikro mendominasi struktur UMKM dengan persentasi 99 persen dari 64 juta pelaku.
"Namun, pelaku usaha mikro kerap menghadapi kesulitan klasik, berkisar pada kualitas yang kurang kompetitif di pasar, modal dan jaringan yang terbatas serta minimnya pembinaan dari pemerintah. Hal itu menjadi kendala yang besar selama ini dan belum ada penanganan yang signifikan, " katanya, Selasa (18/5/2021).
Jika tak mendapat penanganan serius, Senator asal Jawa Timur ini khawatir pertumbuhan perekonomian nasional ikut terhambat. Menurutnya, pelaku usaha mikro dan mikro kecil adalah usaha yang dilakukan dengan dorongan mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan pokok dan belum menjadi wirausaha.
"Pada prinsipnya, pelaku usaha ini adalah pedagang atau usaha dagang dengan modal yang sangat kecil pada sektor informal, " papar LaNyalla.
Dijelaskannya, jika dikaitkan dengan pemulihan ekonomi pada sektor UKM, bidang ekspor serta peningkatan produksi dalam negeri, pelaku usaha mikro memang belum memberikan pengaruh.
"Tentu ini menjadi PR bagi pemerintah. Sebab jika dibiarkan ini dapat menjadi bom waktu dan menjadi ambruknya ekonomi nasional, " tegasnya.
Senator asal Jawa Timur itu menilai diperlukan langkah konkret dari pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini.
"Pemberdayaan ekonomi mikro kecil dapat dikerjasamakan dengan semua lintas kementerian bersama Kementerian Koperasi dengan membuka kolaborasi dan penguatan tentu peningkatan dan produktivitas usaha kecil mikro dapat berkembang, " tegas dia.
Berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, pelaku usaha ini dijabarkan hanya memiliki aset atau kekayaan bersih hingga Rp50 juta, tidak termasuk tanah atau bangunan tempat usaha. Dengan omzet penjualan tahunan hingga Rp300 juta.
Lebih lanjut, usaha mikro diklasifikan menjadi dua. Pertama, usaha mikro yang sifatnya untuk mencari nafkah semata. Jenis ini dikenal luas sebagai sektor informal seperti, pedagang kaki lima. Kedua, usaha mikro yang sudah cukup berkembang dan memiliki sifat kewirausahaan.(***)