JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR RI Yohanis Fransiskus Lema mengungkapkan, perusakan dan penambahan lahan yang mayoritas dibutuhkan bagi kebun sawit, kehutanan dan pertambangan hanya untuk memperkaya korporasi. Menurutnya, untuk mencapai tujuan memperkaya korporasi itu, akhirnya lingkungan hidup, hutan, dan masyarakat adatlah yang kemudian berdampak.
Hal tersebut disampaikannya dalam RDPU Panja Penggunaan, Pelepasan dan Perusakan Kawasan Hutan dengan Ketua Dewan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (DAMANNAS), Abdon Nababan; Forest Watch Indonesia (FWI), Martua Sirait; Direktur Eksekutif Kaoem Telapak, Abu Maridin; Direktur Transformasi Pasar dan Konsumsi World Wide Fun for Nature (WWF) Indonesia, Aditya Nayunanda; Koordinator Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (JIKALAHARI), dan Made Ali terkait masukan bagi Panja mengenai penggunaan, pelepasan dan perusakan kawasan hutan, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (8/7/2021).
“Itu faktanya. Itu fakta kalau kita lihat relasi 3 entitas, negara, korporasi dan masyarakat sipil atau masyarakat adat tampak negara yang harus sebagai regulator, sebagai pelindung itu tunduk tak berdaya bahkan memberikan karpet merah kepada korporasi ini yang bertindak seperti predator yang merusak hutan dan lingkungan hidup, ” tandas Ansy Lema, sapaan akrabnya.
Lebih lanjut, Ia menilai, representasi negara masih belum hadir untuk mengatasi permasalahan tersebut. Oleh sebab itu, peran negara harus diperkuat untuk bisa melakukan perlindungan kepada masyarakat, masyarakat adat, ekosistem dan lingkungan hidup serta secara tegas harus berani menindak korporasi-korporasi jahat dengan lebih ketat lagi.
Selain itu, menyangkut persoalan hak hidup masyarakat adat, legislator dapil Nusa Tenggara Timur II ini mengatakan bahwa sistem pencatatan dan administrasi bagi masyarakat adat hingga saat bahkan belum ada, sehingga ini dinilai sebagai bagian dari upaya pelemahan dan menjauhkan masyarakat adat dari hak-hak dasar yang dijamin konstitusi.
“Faktanya, sistem pencatatan, sistem administrasi yang bahkan tidak pernah ada dan ini bagian dari upaya pemikiran, pelemahan dan yang menjauhkan masyarakat adat dari hak-hak dasar yang dijamin oleh konstitusi, " ujar politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini. Ia mencontohkan apa yang terjadi di masyarakat adat di Taman Nasional Komodo yang hingga saat ini masih belum memiliki kedalatan agraria.
Terakhir, Ansy Lema menekankan jika hutan yang menjadi habitat satwa liar terus dirusak, hal tersebut dapat membuat hewan-hewan liar tersebut masuk ke dalam pemukiman warga sehingga berpotensi menularkan virus ke manusia. Oleh sebab itu perlindungan terhadap hutan harus bisa lebih diperkuat untuk menjaga habitat atau rumah bagi satwa liar. (bia/sf)