JAKARTA - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Taufik Basari menegaskan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) berusaha memberikan jaminan perlindungan bagi korban kekerasan seksual, termasuk pemulihan korban. Menurutnya, terdapat kesalahpahaman sejumlah kelompok masyarakat yang justru menghambat pembahasan dan pengesahan.
“Menurut saya penting dalam proses yang berjalan ini kita bisa meluruskan kesalahpahaman yang terjadi. Caranya dengan dialog dan edukasi, " ujar Taufik dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Baleg dengan sejumlah narasumber terkait penyusunan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (14/7/2021).
Politisi dari F-NasDem itu menyebut ada upaya untuk menggagalkan pembahasan RUU PKS. Salah satunya menuding RUU PKS melegalkan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) serta mendukung pergaulan bebas. “Salah kaprah terhadap RUU ini dengan mengaitkan mendukung LGBT, " katanya.
Dia menegaskan RUU PKS sama sekali tidak membahas isu tersebut. Sebaliknya, RUU ini justru memberikan kepastian perlindungan bagi korban kekerasan seksual. Beleid tersebut juga menjamin pemulihan korban. Sebab, substansi yang diatur berdasarkan data, fakta, dan pengalaman korban kekerasan.
"Menurut saya pengalaman pahit korban itu adalah fakta. Dasar yang seperti ini kalau kita bicara metodologi maka ini dasar yang paling valid kalau menurut saya, sumber yang primer, " terang legislator dapil Lampung I itu.
Menurut Taufik, hal tersebut seharusnya diperhatikan dan dibahas dalam penyusunan RUU PKS. “Dan itu topiknya, jadi bukan hal-hal yang tidak relevan yang tidak berhubungan dengan RUU ini. Misalnya isu kebebasan seksual lah, pembebasan penggunaan pakaian, ketakutan atas gerakan feminis dan sebagainya, " sambungnya.
Karena itu, kesalapahaman ini harus diluruskan agar tidak terjadi salah kaprah dalam memahami RUU PKS. Ia menyebut berdasarkan data Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, kasus kekerasan selama pandemi Covid-19 masih tinggi. Sebanyak 4.849 orang mengalami kekerasan seksual sepanjang 2020. "Dengan tingginya jumlah korban pelecehan seksual, seharusnya menjadi alarm bagi semua pihak agar mengawal dan mengesahkan RUU PKS menjadi undang - undang, " tandasnya.
RDPU menghadirkan sejumlah narasumber di antaranya Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI), Psikolog Tenaga Ahli Psikolog Klinis di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A).
Selain itu, Baleg DPR juga mengundang Dosen Fakultas Hukum UGM, Cendikiawan Muslimah Dosen Paskasarjana Perguruan Tinggi Ilmu Qur’an (PTIQ) Jakarta, dan Guru Besar Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Indonesia. (ann/sf)